Masih banyak orang yang keliru ketika
membedakan antara domba dan kambing. Yang kita tahu, paling, rasa sate
kambing lebih lezat dibanding sate domba. Apakah betul domba dan kambing
itu sama? Ternyata selain bisa untuk bahan membuat topi koboi, domba
juga bisa menghasilkan devisa negara.
Pada dasarnya domba dan
kambing merupakan jenis hewan ternak pemakan rumput yang tergolong
ruminansia kecil, keduanya pun populasinya hampir tersebar merata dan
ada di seluruh dunia. Namun bila kita melihat visual fisiknya dengan
cermat maka domba berbeda dengan kambing.
Postur tubuh domba
cenderung lebih bulat dibandingkan dengan kambing yang ramping. Daun
telinga kambing panjang dan terkulai. Bentuk bulu domba pun lebih ikal
dan keriting sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bulu wool sedangkan
lain halnya dengan kambing yang cenderung lurus.
Hewan ternak
domba yang ada sekarang diduga merupakan hasil dometikasi manusia dari 3
jenis domba liar: Domba Mouflon dari Eropa Selatan dan Asia Kecil,
Domba Argali dari Asia Tenggara serta Urial dari Asia. Domba-domba ini
awalnya diburu secara liar sampai akhirnya diternakkan oleh manusia.
Lebih bernilai komersial
Dibandingkan dengan sapi, babi, kuda dan kerbau sebagai sesama hewan
ruminansia, hewan ternak domba lebih dulu memiliki nilai komersial sejak
abad 7000 SM. Bahkan di Indonesia keberadaan hewan ternak domba dapat
dilihat pada relief Circa 800 SM pada Candi Borobudur. Oleh karenanya
tidak heran bila jumlah populasi domba jauh lebih banyak dibandingkan
dengan kambing di dunia.
Data Food Agricultural Organization
(FAO) tahun 2002, jumlah populasi domba dunia kurang lebih 1.034 milyar
ekor sedangkan kambing hanya sekitar 743 juta. Populasi terbesar domba
dan kambing dunia adalah di negara Tirai Bambu Cina, di mana negara
kedua terbesar adalah Australia untuk domba dan India untuk kambing.
Sebagai bagian dari sektor usaha peternakan nasional, prosentase
kebutuhan daging domba dan kambing masyarakat Indonesia adalah masih
jauh di bawah sub sektor usaha peternakan lainnya seperti ayam/ unggas
(56%), sapi (23%) serta babi (13%). Menurut data Ditjen. Peternakan –
Deptan RI tahun 2005, konsumsi daging domba dan kambing di masyarakat
memang masih sangat rendah yaitu hanya sekitar 5%.
Namun bila
melihat potensi kebutuhan daging hewan ternak ini yang pada tiap
tahunnya kurang lebih sekitar 5,6 juta ekor untuk kebutuhan ibadah
kurban saja, dan belum termasuk kebutuhan pasokan untuk aqiqah, industri
restoran sampai dengan warung sate kaki lima yang membutuhkan 2 – 3
ekor tiap harinya, pertumbuhan populasi domba dan kambing adalah belum
sebanding dengan angka permintaan yang terus meningkat.
Kebutuhan Pasar Meningkat
Potensi ini belum dihitung kebutuhan pasar di kawasan Asia Tenggara
seperti Malaysia dan Singapura, serta kawasan Timur Tengah yang tiap
tahunnya membutuhkan kurang lebih 9,3 juta ekor domba. Di mana kebutuhan
pasokan daging domba untuk kawasan Timur Tengah sampai saat ini masih
dipenuhi oleh Australia dan Selandia Baru.
Miris memang, di
mana Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi masyarakat muslim
terbesar di dunia sebenarnya lebih memiliki peluang untuk itu.
Pertumbuhan populasi domba dan kambing di Indonesia adalah relatif kecil
sedangkan permintaan terus meningkat seiring jumlah penduduk dan
perbaikan pendapatan kesejahteraan masyarakat.
Bukan mustahil
suatu saat akan terjadi kelangkaan produksi daging domba dan kambing
sehingga pelaksanaan ibadah kurban akan mengimpor dari Australia ataupun
Selandia Baru. Di Indonesia, keberadaan populasi domba dan kambing
hampir tersebar dengan merata di seluruh wilayah. Namun sayangnya
pemeliharaan ternak domba dan kambing di negeri ini sebagian besar masih
dalam skala kecil dan tradisional.
Berbeda dengan Australia,
pola peternakan intensif dengan dukungan teknologi telah menjadikan
negara tersebut dapat menghasilkan produksi domba skala besar dan
berkualitas. Bayangkan saja, total ekspor daging domba Australia ke
negara Saudi Arabia pada tahun 2006 adalah setara dengan 3,6 juta ekor.
Populasi hewan ternak domba dan kambing terbesar pada akhir tahun 2006
ada di wilayah provinsi Jawa Barat yaitu kurang lebih 3,5 juta ekor atau
sekitar 49% dari jumlah populasi nasional. Di provinsi ini bahkan
terdapat jenis hewan ternak ruminansia kecil yang merupakan kekayaan
plasma nutfah Indonesia serta menjadi ciri khas provinsi yang dikenal
dengan julukan bumi parahyangan tersebut.
Domba Garut Terlangka di Dunia
Domba Garut, Ovies Aries, adalah hasil persilangan dari 3 rumpun bangsa
domba: Merino - Australia, Kaapstad dari Afrika dan Jawa Ekor Gemuk di
Indonesia. Domba Jawa Ekor Gemuk sudah ada sebelumnya sejak lama sebagai
jenis domba lokal, Domba Merino dibawa oleh pedagang Belanda ke
Indonesia sedangkan Domba Kaapstad didatangkan para pedagang Arab ke
tanah Jawa sekitar abad ke-19.
Domba Garut adalah jenis domba
tropis bersifat proliflic yaitu dapat beranak lebih dari 2 (dua) ekor
dalam 1 siklus kelahiran. Di mana dalam periode 1 tahun, Domba Garut
dapat mengalami 2 siklus kelahiran. Domba ini memiliki berat badan
rata-rata di atas domba lokal Indonesia lainnya.
Domba jantan
dapat memiliki berat sekitar 60 – 80 kg bahkan ada yang dapat mencapai
lebih dari 100 kg. Sedangkan domba betina memiliki berat antara 30 –
50 kg. Ciri fisik Domba Garut jantan yaitu bertanduk, berleher besar dan
kuat, dengan corak warna putih, hitam, cokelat atau campuran ketiganya.
Ciri domba betina adalah dominan tidak bertanduk, kalaupun bertanduk
namun kecil dengan corak warna yang serupa domba jantan.
Domba
Garut merupakan plasma nutfah terlangka di dunia karena postur hewan
ternak ini nyaris menyerupai bison di USA. Populasi Domba Garut terbesar
di Indonesia tentunya ada di wilayah provinsi Jawa Barat dengan lokasi
daerah penyebaran antara lain: Garut, Majalengka, Kuningan, Cianjur,
Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta.
Mungkin hampir sebagian orang lebih mengenal hewan ternak Domba Garut
identik dengan domba aduan yang berlaga di arena adu ketangkasan. Domba
Garut adalah hewan ternak eksotis. Memang betul bila sampai saat ini di
kalangan masyarakat provinsi Jawa Barat masih menggemari adu ketangkasan
domba, akan tetapi perlu untuk diluruskan bahwa arena adu ketangkasan
yang ada sekarang tidak memperbolehkan pertarungan 2 ekor domba jantan
sampai titik darah penghabisan.
Telah dilakukan perubahan
peraturan oleh organisasi Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia
(HPDKI) yang saat ini dipimpin Drs. H.A.M Sampurna, MM. selaku ketua
umum dan Drs. H. Uu Rukmana selaku ketua wilayah provinsi Jawa Barat.
Arena adu ketangkasan saat ini lebih menjadi arena seni dan budaya yaitu
tempat bertemunya silaturahmi antar peternak, penghobi, show room,
transaksi bibit domba berkualitas serta obyek wisata.
Beberapa
nama seperti kang Ibing, dalang Asep Sunarya merupakan nama yang cukup
dikenal sebagai penghobi dan pemilik Domba Garut berkualitas. Hobi
memelihara ternak Domba Garut dijamin tidak akan kalah kepuasannya
dengan memelihara jenis hewan lainnya seperti kucing, ikan dan
sebagainya.
Dari Topi Koboi sampai Sepatu Boot
Suatu kepuasan ketika tanduk Domba Garut jantan dapat terbentuk dan
tumbuh maksimal ataupun dengan keindahan corak serta warna bulu yang
dihasilkan. Sepatu boot, bertopi koboi, pakaian hitam adalah ciri
penghobi ketika datang ke arena seni dan budaya adu ketangkasan. Dan
jangan salah, harga 1 ekor ternak Domba Garut jantan berkualitas
dikalangan penghobi dapat bernilai di atas 10 juta rupiah bahkan ada
yang ratusan juta rupiah.
Namun yang patut dikhawatirkan pada
kondisi saat ini adalah populasi Domba Garut berkualitas yang kian
menyusut dan dapat terancam punah di mana bertolak belakang dengan sifat
profilik yang dimilikinya. Kurangnya perhatian serius terhadap sektor
usaha pembibitan menjadikan populasi Domba Garut unggulan agak sukar
ditemukan. Dan ini pula yang menjadikan hewan ternak Domba Garut untuk
kebutuhan ibadah kurban kian mahal harganya. Seperti yang diutarakan
oleh Drh. Abdul Jabbar Zulkifli selaku Sekretaris Jenderal Himpunan
Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) dalam diskusinya dengan penulis
belum lama ini.
Kondisi tersebut tentunya sangat disayangkan,
terlebih bila kita tahu potensi ekonomis hewan ternak Domba Garut yang
tidak hanya identik dengan domba aduan, kualitas daging Domba Garut juga
memiliki nilai gizi yang cukup baik dibandingkan dengan kambing untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Bahkan tidak hanya dimanfaatkan
dagingnya saja, kulit Domba Garut dapat dijadikan bahan baku untuk
pembuatan jaket berkualitas.
Data tahun 2005 yang didapat dari
website kabupaten Garut, industri jaket berbahan baku kulit Domba Garut
dapat menyerap 2.656 tenaga kerja dengan nilai ekspor Rp. 84,7 milyar ke
berbagai negara tujuan seperti Singapura, Malaysia, Taiwan dan
Australia. Kotoran ternak Domba Garut pun dapat memberikan keuntungan
dan nilai manfaat bila diolah dengan baik yaitu sebagai bahan baku
pembuatan pupuk organik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan,
kebutuhan unsur hara pada tanaman dapat terpenuhi dengan pemberian pupuk
organik hasil fermentasi berbahan baku kotoran domba yang sangat
bermanfaat untuk meningkatkan hasil produksi pertanian.
Seorang
peneliti utama lulusan Jepang dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatika – Bogor, Dr. Ir. Mesak Tombe, saat ini berhasil menemukan
teknologi yang sudah mendapatkan hak paten untuk meningkatkan kualitas
pupuk organik yang dihasilkan dari kotoran ternak, teknologi tersebut
dinamakan Bio Triba. Dikemas dalam bentuk formula cair dengan kandungan
mikroorganisme B. Pantotkenticus strain J2 dan T. Lactae strain TB1.
Teknologi yang ditemukan Dr. Ir. Mesak Tombe sangat membantu dalam
proses pematangan kotoran ternak menjadi pupuk organik antara periode 1
– 2 minggu.
Pilihan Sektor Usaha Peternakan
Tidak hanya itu, teknologi ini juga dapat diaplikasikan pada pengolahan
limbah organik pasar dan rumah tangga. Kelebihan lain teknologi ini
adalah dapat berperan pula sebagai bio fungisida untuk pengendalian
penyakit pada tanaman. Adalah tepat bila sektor usaha peternakan dan
pertanian memang harus saling bersinergi.
Terlebih lagi saat
ini petani dalam posisi sulit diantara kenaikan biaya produksi sebagai
akibat harga pupuk yang terus melambung, di sisi lain petani tidak bisa
seenaknya menaikkan harga jual sehingga perolehan pendapatan semakin
menipis. Terbesit gagasan pula untuk mengkombinasikan ternak Domba Garut
dengan sektor perikanan air tawar. Design kandang ternak domba dibuat
panggung di atas kolam ikan.
Secara segmentasi pasar lokal,
Domba Garut memiliki potensi pasar yang multi user. Seperti yang
disampaikan oleh Agus Ramada selaku Direktur Utama Eka Agro Rama sebagai
perusahaan agribisnis yang concern dalam usaha ternak Domba Garut dan
pertanian organik. Dan ini yang menjadikan hewan ternak Domba Garut
layak untuk dikembangkan sebagai pilihan dalam sektor usaha peternakan.
Potensi pasar terbesar pertama adalah hewan ternak Domba Garut untuk
memenuhi kebutuhan tahunan ibadah kurban. Kemudian menyusul kebutuhan
konsumsi daging harian baik itu rumah tangga, restoran dan warung sate.
Selanjutnya adalah kebutuhan aqiqah, dan terakhir adalah penghobi yang
selalu mencari bibit Domba Garut jantan unggulan.
Penjelasan
Dr. Ismeth Inounu, peneliti utama bidang pemuliaan dan genetika dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak – Deptan
RI), yaitu pada kunjungannya ke lokasi peternakan Domba Garut Eka Agro
Rama, kabupaten Bandung, provinsi Jawa Barat bulan April lalu,
pemerintah saat ini memberikan perhatian serius untuk pengembangan
sektor usaha pembibitan dan perbanyakan hewan ternak domba serta kambing
antara lain Domba Garut.
Tidak hanya program pemuliaan galur
murni untuk mengembalikan kualitas terbaik hewan ternak Domba Garut,
akan tetapi program pengembangan domba komposit untuk dapat menghasilkan
keturunan ataupun bibit unggulan baru juga sedang giat dilakukan.
Berbagaimacam penemuan teknologi terkait reproduksi ternak domba terus
dikembangkan untuk mempermudah upaya produksi dan perbanyakan domba
berkualitas, sebagai contoh teknologi laserpuntur dan suntik hormonal
yang akan sangat bermanfaat untuk sinkronisasi birahi dan perkawinan
massal.
Keberhasilan perkawinan domba lokal Sumatera dengan
domba St. Croix dari Virgins Islands dan domba Barbados, kemudian Domba
Garut dengan domba St. Croix serta Domba Moulton dari Prancis, adalah
program pengembangan domba komposit yang berhasil dilakukan oleh
Puslitbangnak – Deptan RI dari aplikasi penemuan teknologi tersebut.
Tidak hanya sebatas itu, di lokasi peternakan Eka Agro Rama juga telah
berhasil program pengembangan domba komposit berupa perkawinan Domba
Garut betina dengan Domba Suffolk pejantan dari Inggris, kemudian Domba
Garut betina dengan pejantan Merino – Australia yang telah
menghasilkan kualitas anakan dengan harapan akan jauh lebih baik
sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging. Adalah Alam Yanuardi
selaku Direktur Operasional yang dengan tangan dinginnya berhasil
menjalankan program pengembangan domba komposit tersebut.
Dalam
pengembangan usaha ternak Domba Garut maka Eka Agro Rama tidaklah
bergerak seorang diri. Terlebih dengan potensi menembus peluang pasar
lokal dan dunia yang masih cukup besar. Dirintis pula upaya kerjasama
mulai dari sektor hulu sampai dengan sektor hilir untuk dapat mencapai
tujuan usaha ternak yang diinginkan. Salah satu rekanan kerjasama yang
senantiasa membantu Eka Agro Rama dalam pengembangan usahanya antara
lain adalah Kampoeng Ternak – Dompet Dhua’fa Republika. Eksistensi
Kampoeng Ternak – Dompet Dhua’fa Republika patut diacungi jempol
dalam pengembangan sub sektor usaha peternakan domba kambing di
Indonesia.
Program Tebar Hewan Kurban dan 1000 Aqiqah yang
sedang dijalankan oleh Kampoeng Ternak tidak hanya bertujuan untuk
memajukan usaha ternak domba dan kambing di Indonesia, akan tetapi
bertujuan pula untuk membantu masyarakat yang kurang mampu dalam
kebutuhan konsumsi daging domba. Seperti yang dijelaskan Purnomo, SPt
selaku Direktur Kampoeng Ternak – Dompet Dhua’fa Republika. Eka Agro
Rama sendiri saat ini lebih terfokus bergerak dalam sektor usaha
pembibitan dan perbanyakan Domba Garut. Penyediaan Domba Garut
berkualitas untuk kebutuhan kurban, aqiqah, restoran sampai dengan
warung sate kaki lima adalah menjadi impian Kami, ucap Agus Ramada.
Mengundang Devisa Negara
Dengan stok populasi Domba Garut yang semakin terbatas akibat banyak
peternak yang enggan untuk membibitkan domba, Eka Agro Rama menerapkan
sistem ban berjalan dengan penjualan Domba Garut lepas sapih. Domba
Garut betina unggulan adalah mesin produksi dalam usaha ternak yang
dijalankan. Namun tentunya usaha ini sangat memerlukan pula kerjasama
dengan berbagai pihak baik itu dibidang produksi dan juga pemasaran.
Tidak mungkin selamanya Eka Agro Rama menambah kapasitas kandang dengan
luas lahan yang terbatas. Peranan organisasi himpunan (HPDKI) di sini
memiliki kontribusi yang besar untuk memetakan dan membina potensi
jaringan produksi yang ada di mana selanjutnya dapat diarahkan pula
kepada pintu pemasaran yang tersedia. Eka Agro Rama melalui kegiatan
pelatihan yang diadakan bersama Agromania dan juga Kampoeng Ternak akan
senantiasa mencari peternak-peternak baru yang tertarik dalam usaha
pengembangan Domba Garut.
Tidak hanya sekedar pelatihan, fungsi
pendampingan dan bimbingan teknis budidaya serta akses pintu pemasaran
juga menjadi bagian penting dari kegiatan pasca pelatihan. Di mana
selain itu harus dirangkul pula media informasi sebagai public
soundingsetiap program usaha peternakan yang dimiliki, tegas Agus
Ramada. Peran Puslitbangnak bersama balai-balai yang ada dan dinas
peternakan provinsi setempat sebagai basis ilmu pengetahuan juga tidak
boleh diabaikan, hal ini amat diperlukan sehingga peternak tidak akan
buta terhadap aplikasi teknologi terbaru.
Tidaklah kecil
tentunya pendapatan devisa negara yang dapat diperoleh dari pengelolaan
usaha ternak Domba Garut intensif. Terlebih dengan potensi pasar
kebutuhan daging domba di kawasan Timur Tengah sebanyak 30 ribu ekor
tiap minggunya. Bukan pekerjaan yang ringan dan mudah tentunya, akan
tetapi bisa menjadi suatu peluang usaha yang menjanjikan bilamana kita
mau mulai berpikir dan bergerak ke arah sana. Long journey is begins
with the small step.
Salam Peternak Domba Sehat!
HPDKI Kabupaten Purwakarta