Didalam peternakan juga pertanian tak pernah lepas dari kehutanan yang ada di ruang lingkup tersebut. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumber daya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka.Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN
1. Paradigma Baru Pembangunan Kehutanan
Pembangunan kehutanan di Indonesia selama ini ditengarai lebih berorientsi kepada penerimaan sebesar-besarnya bagi negara dengan prinsip-prinsip kelestarian. Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sendiri sebagai “pemilik” relatif terabaikan dengan digusurnya peran masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Adanya fenomena bahwa masyarakat sekitar hutan yang selama ini identik dengan kemiskinan tetap saja pada predikat semula, miskin, adalah bukti yang lebih kongkrit lagi. Perkembangan tingkat pendidikan yang terjadi tidaklah menampakkan perbedaan yang berarti antara ada dan tidak adanya kegiatan pengusahaan hutan.
Sebuah paradigma baru dalam pembangunan kehutanan Indonesia menapaki abad ke-21 membuka harapan baru bagi masyarakat sekitar hutan. Asas pembangunan kehutana yang berkeadilan dan berkelanjutan, meletakaan masyarakat sebagai subjek dalam kegiatan pengelolaan hutan secara aktif dan intrasistem.
Orientasi pembangunan kehutanan tidak lagi dititik beratkan pada penerimaan yang sebesar-besarnya bagi negara, melainkan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat melalui perannya baik secara individu maupun dalam bentuk koperasi.
Demikian pula pengelolaan sumber daya hutan di Jawa Barat kedepan, dituntut untuk lebih memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi secara seimbang, sebagai indikator pengelolaansumber daya hutan lestari (sustanable forest management).
Hal ini disadari karena adanya pergeseran paradigma pengelolaan hutan dari pengelolaan hutan untuk menghasilkan kayu (timber-based forest management) berbasis negara (state-based) kepada pengelolaan ekosistem sumber daya hutan untuk menghasilkan kayu, bukan kayu dan jasa lingkungan (ecosystem-based forest management) berbasis masyarakat (community-based).
Disamping itu, tuntutan adanya pergeseran paradigma dan tatakelola pemerintahan yang baik (good governance) juga menjadi pemicu dan pendorong adanya pergeeran sistem pengelolaan hutan dari yang sudah dipraktekan sebelum era reformasi dan desentralisasi pemerintahan.
2. Revitalisasi Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan
Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan (RPPK) adalah komitmen dan program Kabinet Indonesia Bersatu sebagai salah satu dari triple track strategy pembangunan nasional yaitu : stabilitas ekonomi makro yang medukung pertumbuhan ekonomi 6,5 persen per tahun ; pembenahan sektor riil, khususnya UMKM, untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru ; dan revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan rakyat dari kemiskinan. Dengan ketiga strategi ini ditargetkan berkurangnya tingkat kemiskinan dari 16,6 % tahun 2004 menjadi 8,2% tahun 2009 dan tingkat pengangguran turun dari 9,7% tahun 2004 menjadi 5,1% tahun 2009.
RPPK merupakan kebijakan yang bersifat lintas sektoral dengan komitmen penuh para pimpinan negara untuk membangun pertanian, perikanan, dan kehutanan. Dengan demikian, RPPK merupakan suatu momentum yang penting dalam merumuskan dan melaksanakan usaha pembangunan pertanian secara lebih terarah, fokus dan berkesinambungan.
Selama kurun waktu lima tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu diharapkan pertumbuhan sektor pertanian dapat mencapai 3,3% per tahun.
Tingkat pertumbuhan ini didukung oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan 0,89 persen , hortikultura 3,38 persen, perkebunan 6,27 persen, dan peternakan 4,37 persen.
Khusus untuk sektor kehutanan, untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi, maka dilakukan kegiatan :
a. Penyiapan prakondisi bagi unit pengelolaan
b. Pembinaan kelembagaan usaha pemanfaatan huan alam
c. Pembinaan dan penertiban industri hasil hutan
d. Optimalisasi PNBP dan dana reboisasi
e. Pengembangan hutan tanaman
f. Pengembangan dan pemasaran serta pengendalian peredaran hasil hutan
g. Pengembangan hasil hutan non kayu
h. Perencanaan dan pengembangan hutan kemasyarakatan
i. Pengembangan usaha kehutanan rakyat
3. Amanat Presiden pada RAKERNAS DEPHUT Tahun 2008
Presiden SBY membuka Rkernas Departemen Kehutanan 2008 yang diselenggarakan di Istana Negara pada Kamis tanggal 27 Maret 2008. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Departemen Kehutanan Tahun 2008 mengambil tema “ Membangun Kesepahaman dan Keterpaduan Langkah dalam Rangka Pembangunan Sektor Kehutanan “ ini bertepatan dengan peringantan seperempat abad Dephut. Presiden SBY mengajak masyarakat untuk merenungkan dalam hati dan pikiran tentang betapa penting dan strategisnya sektor kehutanan. “ Hutan adalah sumber kehidupan. Sumber daya hutan apabila dikelola dengan benar akan memberikan sumbangan bagi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.”
Dalam kesempatan tersebut Presiden SBY memberikan 9 (sembilan) instruksi dan ajakan kepada jajaran kehutanan dan masyarakat luas. Instruksi dan ajakan tersebut adalah :
a. Pembangunan sumber daya hutan yang memberikan manfaat nyata kepada negara dan rakyat
b. Ekonomi Lingkungan
c. Kelestarian sumber air
d. Pencegahan banjir dan tanah longsor
e. Pencegahan kebakaran hutan
f. Pemberantasan kejahatan kehutanan
g. Good governance
h. Membantu Rakyat di dalam dan sekitar area hutan
i. Penghijauan
Translate
Tuesday, December 4, 2012
Hutan Sebagai Salah Satu Alternatif Lumbung Pangan
Written by: HPDKI Purwakarta
HPDKI Purwakarta,
Updated at: 2:20 AM
0 komentar:
Post a Comment